Usaha MIkro Kecil dan Menengah

Diskusi dan penelitian lebih dalam mengenai UMKM akan menarik dan bermanfaat, bukan hanya karena dinamika bisnis di dalamnya tapi juga atas nama keadilan ekonomi di Republik ini. Seperti diketahui, mayoritas pelaku ekonomi di Indonesia berada pada sektor UMKM maka sudah menjadi konsekwensi logis ketika segala daya upaya pembangunan ekonomi selalu memberikan peran yang strategis kepada sektor ini.

Tuesday, May 18, 2010

Memahami Kluster Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam Perspektif Ekonomi

By :
Mukhammad Kholid Mawardi

Keberadaan kluster UKM dapat ditinjau dari berbagai perspektif, antara lain perspektif kebijakan, perspektif sosial maupun perspektif ekonomi. Dari ketiga perspektif tersebut, perspektif ekonomi merupakan cara pandang pertama yang terbangun dalam literatur kluster. Secara sederhana perspektif ekonomi yang dimaksud dalam tulisan ini adalah cara pandang terhadap fenomena kluster UKM yang dibangun dari teori ekonomi.

Pembahasan mengenai perspektif ekonomi dalam melihat kluster tidak bisa terlepas dari peran Alfred Marshal yang dikenal sebagai the founding father The Cambridge School of Economics (Belussi and Caldari, 2009). Pada tahap awal, perspektif ini di bangun oleh Marshal (1920) melalui karyanya Principles of Economics yang secara garis besar menekankan pentingnya lokasi industri dan menjelaskan bagaimana UKM mampu beroperasi secara efisien dan kompetitif melalui sentra industri (industrial district). Ide dasar tersebut kemudian di rekonstuksti oleh Krugman (1991) yang akhirnya berhasil meningkatkan “pamor” studi kluster yang terpinggirkan oleh aliran utama (mainstream) studi ekonomi sehingga studi ini kembali menjadi bagian penting dalam kajian ekonomi, khususnya ekonomi geografi. Pada tahap selanjutnya konsep kluster dikembangkan oleh pemikir kontemporer, antara lain Porter. Meskipun dalam karyanya Porter (1998a; 1998b) secara implisit mengungkapkan bahwa kluster sebagai strategi kompetitif bagi perusahaan, daerah dan negara merupakan “buah fikiran”nya, tetapi ternyata tulisannya tersebut mendapat kritik tajam dari Martin dan Sunley (2005). Perdebatan tersebut diakhiri dengan munculnya artikel yang menjelaskan persamaan dan perbedaan konsep kluster dan sentra industri dalam a Hand Book of Industrial Districts (Porter and Ketels, 2009).

Seperti tersebut sebelumnya, perspektif ekonomi dalam kluster berawal dari karya Marshal (1920) yang salah satu ide dasarnya mengungkapkan bahwa sentra industri mampu meningkatkan daya saing usaha pelakunya melaui beberapa mekanisme, yaitu : (1) berkumpulnya tenaga kerja dengan spesifikasi khusus yang relevan dengan kebutuhan industri (2) tersedianya bahan baku dan fasilitas pendukung industri, serta (3) penyebaran inovasi. Ketiga mekanisme tersebut kemudian diacu beberapa penulis, antara lain Porter (2000a), Nadvi(1999a; 1999c) dan Schmitz (1999) dalam melihat manfaat yang dihasilkan kluster dalam beberapa wilayah (Silicon valley-Amerika Serikat, Sialkot-Pakistan and Sinos Valley-Brasil). Selanjutnya terkait dengan konsep Marshal, study Stewart dan Ghani (1991) tentang pentingnya eksternalitas dalam pembangunan akan membantu memberikan pemahaman lebih praktis tentang manfaat yang dihasilkan kluster.

Eksternalitas adalah suatu kondisi dimana fungsi utilitas konsumen dan fungsi produksi produsen tidak hanya dipengaruhi oleh mekanisme pasar semata, tetapi juga dipengaruhi oleh pelaku ekonomi (produsen/konsumen) lain (Stewart and Ghani, 1991). Sebagaian kalangan menganggap bahwa eksternalitas merupakan bentuk kegagalan pasar (market failures) sehingga keseimbangan pasar tidak tercapai. Dalam konteks kluster, eksternalitas timbul karena adanya efek aglomerasi yang dihasilkan aktivitas bisnis yang terpusat di sutau wilayah. Salah satu klasifikasi eksternalitas yang relevan dengan manfaat aglomerasi adalah eksternalitas nyata (real externalities) dan eksternalitas harga (pecuniary externalitites) (Stewart and Ghani, 1991).

Eksternalitas nyata adalah apabila aktivitas bisnis (fungsi produksi) suatu perusahaan berdampak pada aktivias bisnis (fungsi produksi) perusahaan lain, sedangkan eksternalitas harga apabila aktivitas bisnis suatu perusahaan memberikan efek harga pada perusahaan lain. Secara praktis, externalitas nyata dapat dideskripsikan sebagai berikut : apabila salah satu UKM pada sentra industri genteng mampu mengadopsi tekhnologi press untuk menghasilkan genteng keramik, maka UKM lain yang masih menggunakan sistem produksi tradisional akan memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk mempelajari dan mengadopsi tekhnologi yang sama dibanding produsen yang berlokasi di luar kluster. Dalam skala yang lebih besar eksternalitas nyata dapat dilihat dari cepatnya penyebaran pengetahuan (knowlwdge spillovers) dari hasil penemuan dan inovasi oleh pusat riset di suatu pusat industri. Dan penyebaran pengetahuan tersebut juga mampu mengubah motivasi dan sikap pelaku bisnis dalam kluster, misalnya dari pekerja menjadi wirausaha seperti yang terdapat di kluster software di Banglore India (Caniëls and Romijn, 2003). Kecenderungan tersebut akan menghasilkan efek kluster pada terciptanya bisnis baru (Porter, 2000b)

Sedangkan eksternalitas harga dapat dicapai oleh pelaku sentra industri melalui kerjasama dalam pengadaan bahan baku sehingga dapat menekan harga bahan baku karena dibeli dalam partai besar. Mekanisme lain yang dapat menghasilkan eksternalitas pecunary adalah sistem sub kontrak antara UKM dengan perusahaan besar. Sistem tersebut akan mendorong UKM dalam kluster untuk mampu mencapai skala ekonomis sekaligus meminimalkan resiko pasar (Sato, 2000). Strategi pemasaran bersama yang dilakukan pelaku kluster juga merupakan salah satu manifestasi dari eksternalitas harga.

Meskipun kluster mampu menghasilkan efek aglomerasi berupa externalitas ekonomi bagi UKM pelakunya, namun manfaat tersebut tidak memadai untuk merespon tantangan persaingan yang kompetitif. Diperlukan adanya usaha bersama yang secara aktif dilakukan (deliberative joint action) untuk meningkatkan daya saing. Aksi bersama dalam kluster UKM dapat dilakukan secara vertikal maupun horizontal antar individu UKM dalam kluster (bilateral) atau dilakukan secara bersama dalam bentuk asosiasi (multiateral)(Schmitz, 1999). Aksi bersama secara vertikal merupakan aksi bersama yang dilakukan antara produsen dengan pemasok/konsumen sedangkan kerjasama horizontal adalah kolaborasi dengan sesama produsen.

Aksi bersama antar UKM dalam kluster bisa berwujud penggunaan mesin produksi atau pengadaan bahan baku secara bersama-sama, sedangkan kerjasama secara kolektif bisa berupa asosiasi sektoral yang mampu berperan sebagai kelompok penekan terhadap pengambil kebijakan. Kluster juga menorong adanya hubungan vertikal antar pelaku bisnis yang berada pada satu rantai nilai produksi. Beberapa kluster (Kluster Jepara, Kluster Tegalwangi, Kluster Toreon-Mexico, dan Kluster Sialkot Pakistan) memperoleh manfaat dari hubungan sub kontrak dengan perusahaan besar atau bahkan perusahaan multinasional. Hubungan vertikal tersebut bisa dibangun oleh perusahaan secara individual maupun secara kolektif dalam kluster.

Dari uraian tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa perspektif ekonomi melihat kluster sebagai strategi kompetitif yang mampu secara spontan memberikan manfaat ekonomis bagi anggota kluster. Namun manfaat eglomerasi yang bersifat pasif harus didukung oleh aktivitas aktif dari pelakunya untuk mendorong dinamika di dalam kluster. Namun demikian dengan mempertimbangkan peran penting kluster dalam meingkatkan kinerja UKM, eksistensi kluster tidak hanya bisa dilihat dari cara pandang ekonomi semata. Perspektif kebijakan yang melihat kluster sebagai program yang bisa direcanakan, diimplemenastikan sekaligus dievaluasi juga akan mampu memberikan arahan bagi pengambil kebijakan.








I

Daftar Pustaka
Belussi, F. & Caldari, K. 2009, 'At the origin of the industrial district: Alfred Marshal and the Cambridge school', Cambridge Journal of Economics, 33, pp335-355.
Caniëls, M. C. J. & Romijn, H. A. 2003, 'Dynamic cluster in developing countries: collective efficiency and beyond', Oxford Development Studies, 31, (3), pp275-292.
Krugman, P. 1991, 'Inreasing returns on economy geography', Journal of Political Economy, 99, (3), pp483-499.
Marshal, A. 1920, Principles of Economics, Macmillan, London
Martin, R. & Sunley, P. 2005, 'Deconstructing clusters: Chaotic concept or policy panacea?'. In Breschi, S. & Malerba, F., Cluster, Network, and Innovation, Oxford University Press, New York,
Nadvi, K. 1999a, 'The cutting edge: collective efficiency and International competitiveness in Pakistan', Oxford Development Studies, 27, (1), pp81-107.
Nadvi, K. 1999c, 'Collective efficiency and collective failures: the response of the Sialkot surgical instrument cluster to global quality pressure', World Development, 27, (9), pp1605-1626.
Porter, M. & Ketels, C. 2009, 'Clusters and Industrial districts: Common roots, different perspectives'. In Becattini, G., Bellandi, M. & De-Propris, L., A Handbook of Industrial Districts, Edward Elgar Publishing limited, Massachusetts,
Porter, M. E. 1998a, On Competition, Harvard Business School Publishing, Boston
Porter, M. E. 1998b, 'Cluster and the new economics of competition ', Harvard Business Review, 7, (6), pp6-15.
Porter, M. E. 2000a, 'Location, Competition and Economic Development: local cluster in a global economy', Economic Development Quarterly, 14, (1), pp7-20.
Porter, M. E. 2000b, 'Location, clusters, and company strategy'. In Porter, M. E., Oxford Handbook of Economic Geography, Oxford University Press, Oxford-UK, 253-274
Sato, Y. 2000, 'Linkage formation by small firms: The case of a rural cluster in Indonesia', Bulletin of Indonesian Economic Studies, 36, (1), pp137-66.
Schmitz, H. 1999, 'Collective efficiency and increasing return', Cambridge Journal of Economics, 23, pp465-483.
Stewart, F. & Ghani, E. 1991, 'How significant are externalitties for deveopment', World Development, 19, (6), pp569-594.

2 comments:

  1. Benang merah yang ditarik bahwa dari sudut perspektif ekonomi yang melihat kluster sebagai strategi kompetitif yang mampu secara spontan memberikan manfaat ekonomis bagi anggota kluster mengandung sejumlah kelemahan. Hati-hati menerapkan konsep yang belum ada bukti empiris utuhnya.

    ReplyDelete
  2. thank bos, salah satu tujuan study yang saya lakukan adalah untuk mengeksplorasi apakah terdapat efisiensi kolektif (EK) dalam kluster UKM di Jawa Timur. Kalau ada apakah EK yang pasif (ekternalitas ekonomi/efek aglomerasi) saja ataukah terdapat EK yang aktif (aksi bersama antar pelaku). Langkah selanjutnya apakah EK berkontribusi terhadap pertumbuhan kluster tersebut. Mohon masukan lagi Pak, maturnuwun

    ReplyDelete